ARGENTOMETRI
I. TUJUAN
a.
Memahami prinsip
analisa volumetri berdasarkan titrasi argentometri dengan metoda Mohr dan
Volhard
b.
Menentukan
kenormalan larutan klorida dengan metoda Mohr dan Volhard
II. TEORI
Argentometri
merupakan salah satu metode analisis kuantitatif yang bertujuan untuk
mengetahui konsentrasi analit dengan menggunakan larutan baku sekunder yang
mengandung unsur perak. Larutan baku sekunder yang digunakan adalah AgNO3,
karena AgNO3 merupakan satu-satunya senyawa perak yang bisa terlarut
dalam air. Produk yang dihasilkan dari titrasi ini adalah endapan yang berwarna
endapan merah bata. (Isamono,dkk. 1978)
Dasar
titrasi argentometri adalah yang pembentukkan endapan tidak mudah larut antara
titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi
penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion
Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq)
+ NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah
semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi
dengani indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat dimana
dengan indikator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan
sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Indikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida
dan indikator adsorbsi . Selain
menggunakan jenis indikator diatas maka
kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik
ekuivalen. Ketajaman titik
ekuivalen tergantung dari kelarutan
endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titran.(Hardjadi. 1990)
Ada tiga tipe titik
akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Syarat terjadinya
reaksi argentometri :
1.Kesetimbangannya berkurang dengan cepat
2.Zat yang akan ditentukan harus bereaksi secara
stoikiometri dengan pentiter
3.Endapan yang terbentuk harus sukar larut
4.Penentuan titik akhir titrasi harus sesuai
5.Endapan yang terbentuk stabil
Faktor-faktor yang
mempengaruhi endapan hasil titrasi argentometri :
1.
Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan
naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan
berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
2.
Sifat alami
pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam
air dibandingkan dengan pelarut organik seperti alkohol atau asam asetat.
Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk
memisahkan campuran antara dua zat. Setiap pelarut memiliki kapasitas yang
berbeda dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang berbeda
memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
3.
Pengaruh
ion sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang
jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis dibandingkan dalam
air saja. Sebagai contoh kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika
kita larutkan dalam larutan NH4OH dibanding dengan kita
melarutkannya dalam air, hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH
sudah terdapat ion sejenis yaitu OH- sehingga akan mengurangi
konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek ini biasanya dipakai
untuk mencuci endapan dalam metode gravimetri.
4.
Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang
mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena
penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin
larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan
I- membentuk HI.
5.
Pengaruh
hidrolisis
Jika garam dari asam lemah
dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+
dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan
hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.
6.
Pengaruh
ion kompleks
Kelarutan garam yang tidak mudah
larut akan semakin meningkat dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan
dengan kation garam tersebut. Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya jika
ditambahkan larutan NH3, hal ini disebabkan karena terbentuknya
kompleks Ag(NH3)2Cl.( Roekmini. 1978)
Titrasi pengendapan
ini terbatas penggunaannya karena :
1.
Tidak adanya
indikator yang sesuai dalam titrasi
2.
Kecepatan reaksi
terlalu cepat
3.
Komposisi endapan
seringkali tidak diketahui karena adanya pengaruh kompresipitasi (ion-ion yang
ikut terendapkan).
Syarat indikator
untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1.
Perubahan warna
harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2.
Perubahan Warna
harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
Berdasarkan
pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas :
1.
Metode Mohr
(pembentukan endapan berwarna)
Titrasi ini ditandai dengan terbentuknya andapan berwarna dan titrasi berlangsung dengan AgNO3.
Kegunaan metoda ini untuk menentukan konsentrasi klorida yang tidak bisa
digunakan untuk menentukan konsentrasi iodida dan tiosianat. Metode Mohr dapat
digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral
dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CrO4
sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral
atau dengan sedikit alkalis (basa), pH 6,5 - 9,0. Dalam suasana asam, perak
kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk
endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi
adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO7 2- + H2O
Basa : 2 Ag+ + 2 OH-
↔ 2 AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Kelemahan Titrasi Mohr :
Kemungkinan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator
mengendap sebelum titik ekivalen tercapai yang mengakibatkan titik akhir
titrasi jadi tidak tajam. Sebagai solusi dilakukan pengadukan secara cepat.
2. Model Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metoda ini ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna dan didasarkan
pada pengendapan perak tiosianat dalam AgNO3 dengan menggunakan besi
(III). Berikut reasksi yang terjadi pada metoda Volhard :
Ag+ + SCN- → AgSCN
Fe3+ + SCN- → Fe(SCN)2+
Titrasi volhard dilakukan dalam suasana asam. Jika dalam suasana netral,
indikator akan terhidrolisa.
Fe3+ + OH- → Fe(OH)3
Fe3+ + H2O → Fe(OH)3 + H+
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl-,
Br-, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3.
Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS,
untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah
larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan
standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+
dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk
warna merah darah dari FeSCN.
3.
Motode Fajans
(Indikator Absorbsi)
Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama
seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang
digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi
seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+.
Titrannya adalah AgNO3 hingga
suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator
yang dipakai.
Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur
agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator
yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl-
berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan
sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+
sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder.
Syarat pH untuk titrasi fajans dengan
indikator eosin yaitu : tidak terlalu rendah, karena kebanyakan indikator
adsorbsi bersifat asam lemah yang tidak dapat dipakai dalam larutan yang
terlalu asam. Tapi tidak semua indikator seperti itu. Ada beberapa indikator
adsorbsi ”kationik” yaitu bersifat basa lemah sehinggga baik untuk dititrasi
dalam suasana asam.
Contoh – contoh
indikator Adsorbsi :
o
Ortholoro : syarat larutan netral pH 0,02 M
o
Eosin : syarat pH 2 – 8 dari pink ke merah
o
Avorestein : Syarat pH 7 – 8
- Metode Leibig
Pada metode ini,
titik akhir titrasi tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan
dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkankepada
larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojogan
akan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut.( Isamono,dkk. 1978)
III.
PROSEDUR PERCOBAAN
3.1. Alat dan Bahan
Alat :
a.
Labu ukur : mengencerkan zat pada volume tertentu
b.
Erlenmeyer : menampung hasil titrasi
c.
Buret : untuk mentiter suatu senyawa / larutan
d.
Pipet gondok : mengambil zat pada volume tertentu saja
e.
Pipet tetes : memipet zat / meneteskan zat dalam volume kecil
f.
Neraca analitik : menimbang suatu zat
g.
Standar : menjepitkan buret supaya tidak jatuh
h.
Gelas ukur : wadah zat dan mengambil zat pada volume tertentu
i.
Corong : memudahkan memasukkan zat
j.
Batang pengaduk : mengaduk suatu zat
k.
Cawan Porselen : wadah zat saat menimbang zat
l.
Gelas piala : sebagai wadah zat
Bahan :
a.
K2CrO4
5% : sebagai indikator
b.
Larutan Khlorida : sampel
c.
AgNO3
0,1 N : larutan standar pada
buret
d.
HNO3
encer : untuk mencuci endapan
e.
Larutan Tiosianat : larutan standar pada cara volhard
f.
Indikator Fe3+
: sebagai indikator
3.2 Skema Kerja
A.
Penentuan Secara
Mohr
Larutan Khlorida
|
·
Diencerkan dalam labu ukur
Diencerkan dalam labu ukur
· dipipetkan 10 mL ke
erlenmeyer
· ditambah indikator K2CrO4
5%
Titrasi dengan AgNO3
0,1 N
|
·
Sampai warna kuning merah yang tidak hilang pada pengocokan selanjutnya
Sampai warna kuning merah yang tidak hilang pada pengocokan selanjutnya
Hitung kenormalan larutan AgNO3
|
B. Penentuan Kholorida secara Volhard
Larutan Khlorida
|
·
dipipetkan 10 mL (duplo)
dipipetkan 10 mL (duplo)
· ditambahkan 5 mL HNO3
6N
· disaring endapan
· dicuci endapan dengan
HNO3 encer
· cucian ditampung dengan erlenmeyer
Titrasi dengan
Tiosianat
|
·
Sampai terjadi perubahan warna (kuning merah)
Sampai terjadi perubahan warna (kuning merah)
Hitung kenormalan larutan Khlorida
|
4.1 Data perhitungan
A.
Penentuan secara Mohr
Konsentrasi Cl secara teori
V Cl =
2 mL
N Cl =
0,1 N
V Cl encer =
100 mL
V khlorida x N khlorida = V Cl encer x N Cl encer
2 mL x 0,1 N = 100 mL x N
N Cl encer = 0,002 N
Konsentrasi Cl secara percobaan
V AgNO3 = 2,5 mL
N AgNO3 = 0,01 N
V NaCl = 10 mL
( N . V) NaCl = (
N . V )AgNO3
NNacl . 10 mL = 0,01
N . 2,5 mL
NNaCl = 0,0025 N
%
kesalahan = N percobaan – N sebenarnya x 100
%
N
sebenarnya
= 0,0025 N - 0,002 N x 100 %
0,002 N
= 25 %
B.
Penentuan secara Volhard
V AgNO3 = 25 mL
N AgNO3 =
0,01 N
V KSCN = 35,5 mL
N KSCN = 0,01 N
V NaCl = 10 mL
V Cl teori = 2 mL
N Cl teori = 0,1 N
Konsentrasi Cl menurut teori
( V . N )NaCl en =
( V . N )NaCl
100
mL . N = 2 mL . 0,1 N
NNaCl en = 0,002 N
Konsentrasi Cl menurut
percobaan
( V . N )NaCl = ( V . N )AgNO3 – ( V . N )KSCN
10 mL . N = (25 mL . 0,01 N) – (35,5 . 0,01 N)
NNaCl = 0,0105 N
% kesalahan = N
sebenarnya – N percobaan x 100 %
N
sebenarnya
=
0,002 N - 0,0105 N x 100 %
0,002 N
=
425 %
4.2 Pembahasan
Pada percobaan kali
ini yaitu titrasi argentometri yang bertujuan untuk menghitung konsentrasi
larutan klorida dan memahami prinsip kerja dari titrasi argentometri. Pada
titrasi ini pengukuran dilakukan dengan menggunakan perak (argentum), dalam hal
ini larutan yang digunakan yaitu AgNO3, karena hanya garam perak ini
yang larut dalam air, sedangkan sampel yang digunakan adalah NaCl, yag nantinya
akan ditentukan konsentrrasi.
Disini ada dua metode yang digunakan, yaitu
dengan menggunakan metode Mohr dimana untuk menentukan konsentrasi Cl digunakan
larutan AgNO3 dan indikator K2CrO7, sedangkan
dengan metode Volhard, disini kita menggunakan larutan standarnya adalah KSCN
dengan menggunakan indikator Fe3+.
Pada penentuan secara Mohr, penentuan
kenormalan larutan khlorida dilakukan dengan mentitrasi langsung dengan indikator
K2CrO4 5 %. Pada titik akhir
titrasi diperoleh warna larutan kuning menjadi merah bata. Sedangkan pada
metoda volhard, penentuan kenormalan larutan khlorida dilakukan dengan
penambhan AgNO3 terukur dan
berlebih pada larutan khlorida sehingga timbul endapan AgCl yang berwarna
putih. Kemudian dititrasi kembali (back titration) dengan CNS- dengan menambah Fe3+.
Penambahan Fe3+ bertujuan untuk memberi suasana asam karena Fe3+
adalah senyawa dengan tingkst keasaman yang tinggi. Titik akhir titrasi ditandai dengan
timbulnya warna kuning merah.
Pada percobaan ini didapatkan kenormalan
larutan khlorida secara Mohr sebesar 0,0025 N dan nilai
kenormalan secara teori adalah sebesar 0,002 N. Sehingga didapatkan persen kesalahan dari
nilai kenormalan adalah 25 %.
Sedangkan pada metoda volhard, didapatkan
kenormalan larutan khlorida 0,0105 N dimana volume yang didapatkan sebanyak 35,5 mL sehingga persen kesalahan yang didapatkan sebesar 425%.
Perbedaan kesalahan yang lumayan mencolok
antara metoda secara Mohr dan metoda secara Volhard ini mungkin disebabkan
karena pada metoda volhard terbentuk endapan, penyaringan yang dilakukan tidak
sempurna dan masih ada terdapat endapan dalam erlenmeyer. Selain itu kurang
telitinya dalam melihat skala pada buret, terutama melihat titik akhir
titrasinya.
V.
KESIMPULAN & SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
a.
Pada umumnya
titrasi argentometri dapat digunakan dengan 2 metoda dalam penentuan kenormalan
khlorida yaitu dengan metoda Mohr dan Metoda Volhard.
b.
Konsentrasi klorida
dengan metode Mohr yang didapatkan adalah 0,0025N
c.
Konsentrasi klorida
dengan metode Volhard yang didapatkan adalah 0,0105 N
d.
% kesalahan pada
metoda mohr yaitu 25%.
e.
% kesalahan pada
metoda volhard yaitu 425%.
5.2 Saran
Agar praktikum selanjutnya memperoleh hasil yang lebih baik maka disarankan
:
a.
Sedapat
mungkin buret yang digunakan pada titrasi ini adalah buret yang berwarna gelap,
sehingga dapat meminimalisir masuknya cahaya kedalam buret. Hal ini bertujuan
agar perak tidak teroksidasi.
b.
Gunakan masker jika
mengambil zat pada lemari asam.
c.
Teliti dalam
titrasi dan mengamati perubahan warna yang terjadi.
d.
Teliti dalam
mengamati titik akhir titrasi agar memperoleh kesalahan titrasi yang kecil.
e.
Lebih memahami
prosedur dan prinsip kerja sebelum memulai percobaan ini.
f.
Teliti dalam
melakukan proses penyaringan usahakan tidak ada endapan yang ikut larut dalam
filtrat
JAWABAN PERTANYAAN
1.
Apakah akibatnya titrasi secara mohr PH larutan kecil
dari 7 atau lebih besar dari 10.kenapa tidak dapat penentuan iodida..?
Jawab
:
“Jika larutan
pHnya kecil dari 7 kromat akan membentuk dikromat,
2CrO42- + 2H+ → Cr2O72- + H2O
Akibatnya Ag2CrO
makin kecil sehingga akan membentuk endapan selama titrasi dan titik
akhirnya tidak bisa diamati. Sedangkan pH
besar dari 10 maka akan timbul endapan perak oksida yang bersifat alkalis. Penegnedapan
AgOH akan terjadi. Lalu akan terbentuk endapan hitam Ag2O akan
mengganggu titik akhir titrasi.
Ag+ + OH- → AgOH (end. Putih)
AgOH + → Ag2O (end. Hitan) + H2O
“ Tidak digunakan untuk penetuan iodida karena akan terbentuk endapan
perak klorida yang dapat menyerap kromat.
2. Hasil kali kelarutan Ksp AgCl =10-10 dan Ksp
Ag2CrO4 = 2 x 10-12 terangkan dengan singkat
mengapa Ag2CrO4 baru dapat mengandap seluruhnya?
Hasil kali
kelarutan AgCl lebih besar dari Ag2CrO4
tetapi kelarut AgCl lebih kecil dari Ag2CrO4
sehingga AgCl lebih cepat mengendap dari pada Ag2CrO4
Setelah semua
Ag2CrO4 mengandao, baru AgCl yang mau bikin itu..
3.
Bagaimana penetuan Cl secara Volhard
Jawab :
Penetuan Cl secara volhard yaitu Cl-
ditambahkan dengan larutan titer perak nitrat berlebihan dan terukur. Kelebihan
perak dititrasi kembali dengan tiosianat dan indikator besi (III). Kelebihan Ag+
dititrasi dengan AgNO3 berlebih dan terukur dengan tiosianat (back
titration)
Cl- + Ag+ → AgCl
Ag+ + SCN- → AgSCN
SCN- + Fe3+ → Fe(SCN)2
4. Dalam penetuan AgNO3 secara volhard mengapa ditambahkan
AgNO3 secara berlebihan dan terukur dan titrasi mana disebut Back titration?
Jawab:
AgNO3 ditambahkan
secara berlebihan dan terukur agar seluruh ion klorida bereaksi dengan ion
perak membentuk endapan perak klorida dan kelebihan perak yang ditambahkan
dapat ditentukan dan yang kemudian ditentukan dan yang kemudian dititrasi
dengan tiosianat untuk mengetahui konsentrasinya. Hasil ini dapat digunakan
sebagai pembanding dalam menentukan konsentrasi klorida yang direaksikan.
5. Ksp AgCl = 10-10 s AgCl
= 10-3
Ksp AgSCN = 10-12 s AgSCN = 10-6
Pada cara volhard AgCl harus dipisahkan terlebih dahulu dari larutan,
terangkan dengan hasil kali kelarutan bahwa hal tersebut memang perlu, sebelum
kelebihan Ag dititrasi dengan larutan standar tiosianat?
“ Pada cara
volhard AgCl harus dipisahkan dari larutan karena kelarutan Cl yang
besar,sehingga dapat menghindari larutnya endapan AgCl.
DAFTAR PUSTAKA
Isamono,dkk. 1978. Dasar-Dasar Kimia Analitik Kuantitatif.
Bandung : ITB (hal 1 – 9)
Hardjadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik. Jakarta. Gramedia (hal 234 - 237)
Roekmini. 1978 . Kimia Anlisa . Bandung ITB
(hal 45 – 48)
Rivai, Harvizul.
1995. Azas Pemeriksaan Kimia.
Jakarta: UI
Underwood,
A.L.R.A. Day. 1998. Kimia Analisis
Kuantitatif. Jakarta:
Erlangga
No comments:
Post a Comment