Hosting Unlimited Indonesia

Thursday, July 14, 2016

Argentometri

ARGENTOMETRI

I.  TUJUAN
a.      Memahami prinsip analisa volumetri berdasarkan titrasi argentometri dengan metoda Mohr dan Volhard
b.      Menentukan kenormalan larutan klorida dengan metoda Mohr dan Volhard

II.    TEORI
Argentometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi analit dengan menggunakan larutan baku sekunder yang mengandung unsur perak. Larutan baku sekunder yang digunakan adalah AgNO3, karena AgNO3 merupakan satu-satunya senyawa perak yang bisa terlarut dalam air. Produk yang dihasilkan dari titrasi ini adalah endapan yang berwarna endapan merah bata. (Isamono,dkk. 1978)
Dasar titrasi argentometri adalah yang pembentukkan endapan tidak mudah larut antara titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut AgCl.
Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq)            AgCl(s) + NaNO3(aq)
Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi dengani indikator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat dimana dengan indikator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat diamati. Indikator lain yang bisa dipakai adalah  tiosianida  dan  indikator adsorbsi . Selain menggunakan  jenis indikator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk menentukan titik ekuivalen. Ketajaman  titik ekuivalen   tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titran.(Hardjadi. 1990)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Syarat terjadinya reaksi argentometri :
1.Kesetimbangannya berkurang dengan cepat
2.Zat yang akan ditentukan harus bereaksi secara stoikiometri dengan pentiter
3.Endapan yang terbentuk harus sukar larut
4.Penentuan titik akhir titrasi harus sesuai
5.Endapan yang terbentuk stabil
Faktor-faktor yang mempengaruhi endapan hasil titrasi argentometri :
1.      Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
2.      Sifat alami pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat. Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
3.  Pengaruh ion sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika kita larutkan dalam larutan NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya dalam air, hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat ion sejenis yaitu OH- sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek ini biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode gravimetri.
4.  Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I- membentuk HI.
5.  Pengaruh hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.
6.  Pengaruh ion kompleks
Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3, hal ini disebabkan karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl.( Roekmini. 1978)
Titrasi pengendapan ini terbatas penggunaannya karena :
1.      Tidak adanya indikator yang sesuai dalam titrasi
2.      Kecepatan reaksi terlalu cepat
3.      Komposisi endapan seringkali tidak diketahui karena adanya pengaruh kompresipitasi (ion-ion yang ikut terendapkan).
Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1.      Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2.      Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
 Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas :
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Titrasi ini ditandai dengan terbentuknya andapan berwarna  dan titrasi berlangsung dengan AgNO3. Kegunaan metoda ini untuk menentukan konsentrasi klorida yang tidak bisa digunakan untuk menentukan konsentrasi iodida dan tiosianat. Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis (basa), pH 6,5 - 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H-   CrO7 2- + H2O
Basa  : 2 Ag+ + 2 OH- 2 AgOH
                    2AgOH Ag2O + H2O
Kelemahan Titrasi Mohr :
Kemungkinan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai yang mengakibatkan titik akhir titrasi jadi tidak tajam. Sebagai solusi dilakukan pengadukan secara cepat.
2. Model Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metoda ini ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna dan didasarkan pada pengendapan perak tiosianat dalam AgNO3 dengan menggunakan besi (III). Berikut reasksi yang terjadi pada metoda Volhard :
Ag+ + SCN-    AgSCN
Fe3+ + SCN-        Fe(SCN)2+
Titrasi volhard dilakukan dalam suasana asam. Jika dalam suasana netral, indikator akan terhidrolisa.
Fe3+ + OH-         Fe(OH)3
Fe3+ + H2O         Fe(OH)3 + H+
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl-, Br-, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN.
3. Motode Fajans (Indikator Absorbsi)
Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3  hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai.
Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder.
   Syarat pH untuk titrasi fajans dengan indikator eosin yaitu : tidak terlalu rendah, karena kebanyakan indikator adsorbsi bersifat asam lemah yang tidak dapat dipakai dalam larutan yang terlalu asam. Tapi tidak semua indikator seperti itu. Ada beberapa indikator adsorbsi ”kationik” yaitu bersifat basa lemah sehinggga baik untuk dititrasi dalam suasana asam.
Contoh – contoh indikator Adsorbsi :
o   Ortholoro   : syarat larutan netral pH 0,02 M
o   Eosin       : syarat pH 2 – 8 dari pink ke merah
o   Avorestein  : Syarat pH 7 – 8
  1. Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir titrasi tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkankepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojogan akan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut.( Isamono,dkk. 1978)
 III.    PROSEDUR PERCOBAAN
3.1.  Alat dan Bahan
Alat :
a.  Labu ukur       : mengencerkan zat pada volume tertentu
b.  Erlenmeyer      : menampung hasil titrasi
c.  Buret            : untuk mentiter suatu senyawa / larutan
d.  Pipet gondok         : mengambil zat pada volume tertentu saja
e.  Pipet tetes     : memipet zat / meneteskan zat dalam volume kecil
f.  Neraca analitik      : menimbang suatu zat
g.  Standar              : menjepitkan buret supaya tidak jatuh
h.  Gelas ukur      : wadah zat dan mengambil zat pada volume tertentu
i.  Corong           : memudahkan memasukkan zat
j.  Batang pengaduk : mengaduk suatu zat
k.  Cawan Porselen       : wadah zat saat menimbang zat
l.  Gelas piala     : sebagai wadah zat

Bahan :
a.  K2CrO4 5%        : sebagai indikator
b.  Larutan Khlorida : sampel
c.  AgNO3 0,1 N           : larutan standar pada buret
d.  HNO3 encer       : untuk mencuci endapan
e.  Larutan Tiosianat    : larutan standar pada cara volhard
f.  Indikator Fe3+        : sebagai indikator
3.2    Skema Kerja
A. Penentuan Secara Mohr

Larutan Khlorida
·     
Diencerkan dalam labu ukur
·      dipipetkan 10 mL ke erlenmeyer
·      ditambah indikator K2CrO4 5%
Titrasi dengan AgNO3
0,1 N
·     
Sampai warna kuning merah yang tidak hilang pada pengocokan selanjutnya


Hitung kenormalan larutan AgNO3

B. Penentuan Kholorida secara Volhard

Larutan Khlorida
·     
dipipetkan 10 mL (duplo)
·      ditambahkan 5 mL HNO3 6N
·      disaring endapan
·      dicuci endapan dengan HNO3 encer
·      cucian ditampung dengan erlenmeyer
Titrasi dengan Tiosianat
·     
Sampai terjadi perubahan warna                      (kuning merah)
Hitung kenormalan larutan Khlorida

IV.    DATA PERHITUNGAN & PEMBAHASAN
4.1  Data perhitungan
A.        Penentuan secara Mohr
Konsentrasi Cl secara teori
    V Cl       = 2 mL
    N Cl       = 0,1 N
    V Cl encer = 100 mL

          V khlorida x N khlorida  =  V Cl encer x N Cl encer
                2 mL   x  0,1 N            =  100  mL  x N
                  N Cl encer         =  0,002 N
      Konsentrasi Cl secara percobaan
    V AgNO3           =    2,5 mL
    N AgNO3        =    0,01 N
    V NaCl          = 10 mL
          ( N . V) NaCl     =    ( N . V )AgNO3
          NNacl . 10 mL        =    0,01 N . 2,5 mL
                   NNaCl   =    0,0025 N

% kesalahan    =  N percobaan – N sebenarnya        x   100 %
                     N sebenarnya
            =  0,0025 N - 0,002 N      x 100 %
                   0,002 N
            =  25 %

B.                                 Penentuan secara Volhard
    V AgNO3        = 25 mL
    N AgNO3        = 0,01 N
    V KSCN          =  35,5 mL
    N KSCN          =  0,01 N
    V NaCl          =  10 mL
    V Cl teori = 2 mL
    N Cl teori = 0,1 N


    Konsentrasi Cl menurut teori
          ( V . N )NaCl en = ( V . N )NaCl
          100 mL . N         = 2 mL . 0,1 N
                 NNaCl en  = 0,002 N
    Konsentrasi Cl menurut percobaan
          ( V . N )NaCl   = ( V . N )AgNO3 – ( V . N )KSCN
          10 mL . N = (25 mL . 0,01 N) – (35,5 . 0,01 N)
              NNaCl = 0,0105 N

% kesalahan    =    N sebenarnya – N percobaan         x   100 %
                        N sebenarnya
            =    0,002 N - 0,0105 N           x 100 %
                     0,002 N
            =   425 %
4.2  Pembahasan
Pada percobaan kali ini yaitu titrasi argentometri yang bertujuan untuk menghitung konsentrasi larutan klorida dan memahami prinsip kerja dari titrasi argentometri. Pada titrasi ini pengukuran dilakukan dengan menggunakan perak (argentum), dalam hal ini larutan yang digunakan yaitu AgNO3, karena hanya garam perak ini yang larut dalam air, sedangkan sampel yang digunakan adalah NaCl, yag nantinya akan ditentukan konsentrrasi.
   Disini ada dua metode yang digunakan, yaitu dengan menggunakan metode Mohr dimana untuk menentukan konsentrasi Cl digunakan larutan AgNO3 dan indikator K2CrO7, sedangkan dengan metode Volhard, disini kita menggunakan larutan standarnya adalah KSCN dengan menggunakan indikator Fe3+
   Pada penentuan secara Mohr, penentuan kenormalan larutan khlorida dilakukan dengan mentitrasi langsung dengan indikator K2CrO4 5 %. Pada titik akhir titrasi diperoleh warna larutan kuning menjadi merah bata. Sedangkan pada metoda volhard, penentuan kenormalan larutan khlorida dilakukan dengan penambhan AgNO3  terukur dan berlebih pada larutan khlorida sehingga timbul endapan AgCl yang berwarna putih. Kemudian dititrasi kembali (back titration) dengan CNS- dengan menambah Fe3+. Penambahan Fe3+ bertujuan untuk memberi suasana asam karena Fe3+ adalah senyawa dengan tingkst keasaman yang tinggi.  Titik akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna kuning merah.
   Pada percobaan ini didapatkan kenormalan larutan khlorida secara Mohr sebesar 0,0025 N dan nilai kenormalan secara teori adalah sebesar 0,002 N. Sehingga didapatkan persen kesalahan dari nilai kenormalan adalah 25 %.
   Sedangkan pada metoda volhard, didapatkan kenormalan larutan khlorida 0,0105 N dimana volume yang didapatkan sebanyak 35,5 mL sehingga persen kesalahan yang didapatkan sebesar 425%.
   Perbedaan kesalahan yang lumayan mencolok antara metoda secara Mohr dan metoda secara Volhard ini mungkin disebabkan karena pada metoda volhard terbentuk endapan, penyaringan yang dilakukan tidak sempurna dan masih ada terdapat endapan dalam erlenmeyer. Selain itu kurang telitinya dalam melihat skala pada buret, terutama melihat titik akhir titrasinya.

V.   KESIMPULAN & SARAN
5.1    Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a.      Pada umumnya titrasi argentometri dapat digunakan dengan 2 metoda dalam penentuan kenormalan khlorida yaitu dengan metoda Mohr dan Metoda Volhard.
b.      Konsentrasi klorida dengan metode Mohr yang didapatkan adalah 0,0025N
c.      Konsentrasi klorida dengan metode Volhard yang didapatkan adalah 0,0105 N
d.      % kesalahan pada metoda mohr yaitu 25%.
e.      % kesalahan pada metoda volhard yaitu 425%.
5.2    Saran
Agar praktikum selanjutnya memperoleh hasil yang lebih baik maka disarankan :
a.      Sedapat mungkin buret yang digunakan pada titrasi ini adalah buret yang berwarna gelap, sehingga dapat meminimalisir masuknya cahaya kedalam buret. Hal ini bertujuan agar perak tidak teroksidasi.
b.      Gunakan masker jika mengambil zat pada lemari asam.
c.      Teliti dalam titrasi dan mengamati perubahan warna yang terjadi.
d.      Teliti dalam mengamati titik akhir titrasi agar memperoleh kesalahan titrasi yang kecil.
e.      Lebih memahami prosedur dan prinsip kerja sebelum memulai percobaan ini.
f.      Teliti dalam melakukan proses penyaringan usahakan tidak ada endapan yang ikut larut dalam filtrat


JAWABAN PERTANYAAN

1. Apakah akibatnya titrasi secara mohr PH larutan kecil dari 7 atau lebih besar dari 10.kenapa tidak dapat penentuan iodida..?
Jawab :
“Jika larutan pHnya kecil dari 7 kromat akan membentuk dikromat,
       2CrO42-   + 2H+      Cr2O72-  + H2O
Akibatnya Ag2CrO makin kecil sehingga akan membentuk endapan selama titrasi dan titik akhirnya tidak bisa diamati. Sedangkan pH besar dari 10 maka akan timbul endapan perak oksida yang bersifat alkalis. Penegnedapan AgOH akan terjadi. Lalu akan terbentuk endapan hitam Ag2O akan mengganggu titik akhir titrasi.
       Ag+   +  OH-      AgOH (end. Putih)
       AgOH +       Ag2O  (end. Hitan) + H2O
“ Tidak digunakan untuk penetuan iodida karena akan terbentuk endapan perak klorida yang  dapat menyerap kromat.

2. Hasil kali kelarutan Ksp AgCl =10-10 dan Ksp Ag2CrO4 = 2 x 10-12 terangkan dengan singkat mengapa Ag2CrO4  baru dapat mengandap seluruhnya?
Hasil kali kelarutan AgCl lebih besar dari  Ag2CrO4 tetapi kelarut AgCl lebih kecil dari  Ag2CrO4 sehingga AgCl lebih cepat mengendap dari pada Ag2CrO4
Setelah semua Ag2CrO4 mengandao, baru AgCl yang mau bikin itu..
3. Bagaimana penetuan Cl secara Volhard
Jawab :
Penetuan Cl secara  volhard yaitu Cl- ditambahkan dengan larutan titer perak nitrat berlebihan dan terukur. Kelebihan perak dititrasi kembali dengan tiosianat dan indikator besi (III). Kelebihan Ag+ dititrasi dengan AgNO3 berlebih dan terukur dengan tiosianat (back titration)
       Cl-     +   Ag+   AgCl
       Ag+    + SCN-     AgSCN
       SCN-  +  Fe3+      Fe(SCN)2

4. Dalam penetuan AgNO3 secara volhard mengapa ditambahkan AgNO3 secara berlebihan dan terukur dan titrasi mana disebut Back titration?
Jawab:
AgNO3 ditambahkan secara berlebihan dan terukur agar seluruh ion klorida bereaksi dengan ion perak membentuk endapan perak klorida dan kelebihan perak yang ditambahkan dapat ditentukan dan yang kemudian ditentukan dan yang kemudian dititrasi dengan tiosianat untuk mengetahui konsentrasinya. Hasil ini dapat digunakan sebagai pembanding dalam menentukan konsentrasi klorida yang direaksikan.

5. Ksp  AgCl = 10-10      s AgCl      = 10-3
Ksp AgSCN = 10-12             s AgSCN   = 10-6
Pada cara volhard AgCl harus dipisahkan terlebih dahulu dari larutan, terangkan dengan hasil kali kelarutan bahwa hal tersebut memang perlu, sebelum kelebihan Ag dititrasi dengan larutan standar tiosianat?
“ Pada cara volhard AgCl harus dipisahkan dari larutan karena kelarutan Cl yang besar,sehingga dapat menghindari larutnya endapan AgCl.



DAFTAR PUSTAKA

Isamono,dkk. 1978. Dasar-Dasar Kimia Analitik Kuantitatif. Bandung : ITB  (hal 1 – 9)
Hardjadi. 1990. Ilmu Kimia Analitik. Jakarta. Gramedia   (hal 234 - 237)
Roekmini. 1978 . Kimia Anlisa . Bandung ITB  (hal 45 – 48)
Rivai, Harvizul. 1995. Azas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI
Underwood, A.L.R.A. Day. 1998. Kimia Analisis  Kuantitatif. Jakarta:   Erlangga













No comments:

Post a Comment